"Aku enggak suka kopi. Tapi, kalo ngopinya sama kamu bolehlah" katamu waktu kita tidak sengaja bertemu di coffeshop.
Itu adalah pertemuan yang tidak pernah diharapkan. Entah apa yang Tuhan rencanakan kita dipertemukan kembali setelah satu tahun tidak bertukar kabar.
"Apa kabar?" Pertanyaan pertama yang kamu lontarkan setelah kita duduk berhadapan. Di meja kecil nomor 29 tepat menghadap jalan.
"Baik" jawabku.
Untuk beberapa saat, kita terjebak dengan pikiran masing-masing. Memutar otak mencari topik yang cocok untuk dibicarakan. Kamu meneguk Capucinomu. Aku hanya diam, sembari mengaduk-aduk minumanku.
"Gimana Jakarta, seru?"
"Aku dengar, setelah kepergianku ke Bandung kamu pergi juga. Waktu itu aku kaget dan enggak percaya, karena kamu pergi tanpa pamit".
Iya, aku sengaja pergi tanpa pamit. Biar kamu tahu rasanya ditinggal tanpa kata.
Kamu, egois Di.
Kamu hanya mementingkan mimpi kamu saja, tanpa memikirkan aku.
"Iya, Jakarta seru" jawabku.
"Terus, tentang kepergian itu?" Tanyamu kembali karena tidak puas dengan jawabanku.
Aku menarik napas pelan, "Enggak ada apa-apa di Jakarta. Dan untuk alasan kepergianku, aku rasa kamu juga tahu"
Dari raut wajahmu, kamu merasa tidak enak, ada segurat penyesalan dibalik senyum canggungmu.
"Enggak papa Di. Lagian itu udah berlalukan?" kataku mencairkan suasana.
Obrolan kita berlanjut, saling bercerita tetang hal-hal yang terjadi satu tahun terakhir. Teman angkatan yang sudah menikah, lingkungan yang tidak sesuai harapan, tugas yang menumpuk, dan teman-temanmu yang menurutmu menyebalkan.
"Kamu enggak pernah berubah ya, masih orang yang sama-"
"-masih tetap suka Jus Avocado"
Hah, waktu itu hampir saja tersedak. Kamu tau kalau aku suka Jus Avocado. Ah, tidak aneh juga kalau kamu tahu aku suka Jus Avocado. Tiga tahun bersama tidak pernah absen membeli Jus Avocado.
"Kamu juga sama, masih suka Capucino"
Satu hal yang tidak sama Di, itu perasaan aku ke kamu.
#Drieebercerita
#SeptemberMenulis
#SM2022hari02
Comments