Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Daily Writing

Antara Menulis Manual dan Mengetik

Aku sudah jarang membuat catatan pakai tulisan tangan. Padahal aku tahu sendiri bahwa menulis pakai tangan adalah cara paling efektif untuk diri sendiri, entah itu menghafal, memahami sesuatu, atau mengikat ilmu. Gaya belajarku sendiri adalah menulis (writing) dan membaca (reading) . Aku merasa tidak optimal saat belajar tidak dibarengi dengan menulis, karena menulis membantuku lebih mudah mengingat dan memahami apa yang sedang aku pahami. Hanya saja gaya belajar dengan menulis dan membaca ini lebih banyak memakan waktu dan perlu kesabaran. Di era yang serba cepat dan praktis ini aku merasa bahwa aku juga harus merubah gaya belajarku tentunya yang “ cepat namun efektif”. Sekalipun mengetik sama-sama melibatkan jari tetapi hasil akhir yang kudapatkan berbeda. Karena pemikiran itulah akhirnya aku mencoba mencari gaya belajar baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kepraktisan. Tetapi ternyata aku tetap tidak menemukan cara yang lebih baik. Mari kita urai satu persatu berdasar

Kenapa Guru?

Ada satu postingan yang tidak sengaja mampir diberanda reels dari salah satu postingan akun @wenuri92. Dalam videonya dibuka dengan pertanyaan “Kenapa guru?” kemudian ia melanjutkan “Guru tuh punya prinsip kerja sekeras-kerasnya gaji seikhlas-ikhlasnya. Ya kali ada yang mau. Jadi, banyak guru yang kerja seikhlas-ikhlasnya. Jadi guru tuh susah, apalagi di sekolah negeri, magang di BUMN, perusahaan multinasional, startup , terlalu gampang. Tapi magang di sekolah negeri semuanya penuh misteri. Enggak ada open rekrutmen, gak ada syarat dan ketentuan, tiba-tiba ada aja guru honorer. Gak tau tuh pakai jalur langit, jalur tol, MTR. Kuncinya cuman satu, koneksi. Yah, minimal keponakan jauhnya security-lah ”. Berbicara mengenai guru, kebetulan Aku salah satu mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Prodi Pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia, yang mana jika dilihat dari apa yang kuambil sekarang prospek kedepannya tentu menajdi guru. Lantas, apakah Aku benar ingin menjadi guru? That

Tulisan dan Makna

|Selamat memaknai, setiap hari, indrii . Seseorang me- reply salah satu postinganku yang membagikan link up blog terbaru dengan caption ‘Mumpung ingat, apakah ini bisa disebut puisi? Idk. Selamat membaca dan berkelana pada untaian kata yang tidak begitu tertata apalagi bermakna’. Kurang lebih seperti ini, Setiap kata, kalimat sampai menjadi sebuah tulisan itu selalu punya makna nya sendiri ko ndri, bahkan bila itu hanya untuk penulis nya sendiri, sebab makna adalah jiwa dari isi tulisan yang diwarnai. Selamat memaknai, setiap hari, indrii. ….Menulis itu sama dengan membebaskan pikiran ndri, jadi bebasin pikiran kamu dan biarkan orang-orang membebaskan pikiran nya sendiri dalam memaknai tulisanmu.   Jika kutelaah kembali dari makna yang terselip di caption itu, memang ada perasaan ketidak percayaan diri dan rasa takut. Jadi, ketika pesan itu kubaca aku merasa tertampar dan diingatkan kembali. Bahwasannya mengenai makna dalam suatu tulisan itu urusan sipenulis dan hasil tuli

Saya terjebak hujan lagi

Kali ini berteduh tanpa mengaduh. Hanya sebentar, satu menit yang singkat. Hujan yang kedatangannya tak diharapkan, mampu menghilangkan kegundahan. Jalanan aspal dan halaman toko yang siang tadi diterpa panas keos oleh air hujan sekaligus, wangi tanah campur aspal menguar ke udara mendesak indera penciuman.  Dari arah jalur selatan ibu dengan bayi digendongan dan anak-anak kecil dibelakangnya berlarian menghindari hujan. Napasnya tak beraturan, rintikan basah sisa hujan dikerudung pinknya terlihat jelas. 'Ia sedikit gagal menghindari hujan'. Hanya sebentar, menunggu sambil berharap bisa melihat garis hujan seperti Wynn agar bisa melihat masa depan. Kira-kira di masa depan saya jadi apa? Bisa tidak ya, menaklukan ambisi-ambisi saya?. Mari kita lihat. Untuk kesekian kalinya saya katakan bahwa hujannya singkat. Sekelebat, tidak terlalu rapat ataupun tanpa sekat. Mungkin mampir karena sempat. Pada akhirnya, saya bisa melanjutkan perjalanan saya. Terakhir, "Saya harap kali ini,

Kamu marah sama saya?

"Kamu marah sama saya?" "Saya nunggu kedatangan kamu. Maaf saya salah" Saya hanya bisa terdiam mendengar itu tanpa ada reaksi berarti. Kebencian dan kemarahan yang saya bekukan mulai mencair.  Untuk bisa bertatap muka, saya perlu mengumpulkan keberanian yang tak cukup segunung mungkin perlu seluas samudra. Saya harus melawan rasa sakit saya sendiri. Ada yang mengatakan bahwa obat dari rasa sakit adalah sakit itu sendiri. Dan dengan saya memberanikan diri untuk bertemu membuka rasa sakit adalah bagian dari proses saya mengobati rasa sakit. Saya tidak berjanji langsung sembuh hanya dengan satu kali pertemuan, tetapi sedang saya usahakan. Saya usahakan bahwa kebencian dan kemarahan yang saya bekukan menjadi sebab munculnya rasa sakit, saya cairkan. "Saya minta maaf, saya senang kamu datang" Kebencian itu melebur, dua hal yang saya sadari. Pertama, permintaan maaf yang di ucapkan dan kedua harapan bahwa saya datang menemuinya. Selama ini saya menutup hati deng

Maaf ya saya jadi berharap banyak

Salahnya saya selalu menyandarkan harapan pada sesuatu. Lebih seringnya pada orang, bahkan ke orang yang baru saya temui pun saya sering menggantungkan harapan dipundaknya. Besar harapan bahwa mereka yang saya gantungi harapan bisa memenuhi harapan-harapan saya. Ternyata tetap saja epilognya kalau menyandarkan harapan pada seseorang itu akan sad ending atau berakhir tidak baik. Karena salah tempat menggantungkan harapan. Satu-satunya tempat yang paling tepat untuk menggantungkan harapa-harapan kita adalah hanya kepada Allah SWT. Allah tempat bergantung atas segala sesuatu. Di jamin deh enggak bakal kecewa. Saya juga sedang berharap banyak, pada seseorang yang tidak sengaja saya temui entah bagaimana memulainya kita terhubung. Saya seperti biasa tidak bisa mengontrol kadar harapan saya, saya selalu membubuhi dia di balik bayangannya harapan yang tinggi. Pada akhirnya ketika hal-hal yang saya harapkan tidak sesuai, saya berakhir kecewa. Sebelum melanjutkan harapan-harapan saya, saya berp

Hal-hal yang saya sadari ketika tidak menulis

|Terima kasih sudah berkunjung. Ini merupakan bagian dari project pembiasaan diri menulis, jadi selamat berkelana| Hi, Sudah lima hari saya enggak menulis untuk melaporkan kegiatan atau perasaan saya. Dan saya menyesal karena pikiran saya tidak tertuang dengan baik. Saya telah membiarkannya menumpuk dalam kepala hingga rasanya ingin pecah. Lima hari ini kepala saya penuh dengan kemarahan-kemarahan kecil yang sengaja saya sembunyikan, rasa kecewa yang entah bagaimana hinggap di kepala (lagi), rasa sedih yang kembali mengkungkungi hati dan rasa takut yang menjelma bayangan senantiasa memeluk jiwa. Saya kembali terlena oleh luka-luka dan rasa takut dari masa lalu. Saya kembali terjebak pada pikiran-pikiran keraguan hingga saya ingin berhenti dan menyerah. Melihat diri seperti itu, saya merenung dan berusaha menganalisis perasaan yang dirasakan dan tetap menjaga kesadaran agar tetap bisa mengendalikan diri. Hal-hal yang tidak saya tulis adalah hal-hal yang saya selalu lari darinya. Keti