"Kamu marah sama saya?"
"Saya nunggu kedatangan kamu. Maaf saya salah"
Saya hanya bisa terdiam mendengar itu tanpa ada reaksi berarti. Kebencian dan kemarahan yang saya bekukan mulai mencair.
Untuk bisa bertatap muka, saya perlu mengumpulkan keberanian yang tak cukup segunung mungkin perlu seluas samudra. Saya harus melawan rasa sakit saya sendiri.
Ada yang mengatakan bahwa obat dari rasa sakit adalah sakit itu sendiri. Dan dengan saya memberanikan diri untuk bertemu membuka rasa sakit adalah bagian dari proses saya mengobati rasa sakit.
Saya tidak berjanji langsung sembuh hanya dengan satu kali pertemuan, tetapi sedang saya usahakan. Saya usahakan bahwa kebencian dan kemarahan yang saya bekukan menjadi sebab munculnya rasa sakit, saya cairkan.
"Saya minta maaf, saya senang kamu datang"
Kebencian itu melebur, dua hal yang saya sadari. Pertama, permintaan maaf yang di ucapkan dan kedua harapan bahwa saya datang menemuinya.
Selama ini saya menutup hati dengan kebencian, sehingga maaf dan harapan itu tidak pernah saya lihat. Saya terbuai ego sendiri, memikirkan bahwa saya yang paling tersakiti di sini, tanpa memberikan kesempatan sudut pandang lain.
Terakhir, saya minta maaf dan terima kasih.
Terima kasih karena sudah mengharapkan kedatangan saya. Saya merasa lebih hidup dan berharga. Dibalik saya yang bahkan terkadang tidak mengharapkan adanya pertemuan bahkan ingin putus hubungan, ada orang dalam diamnya ingin memperbaiki hubungan.
Comments