|Terima kasih sudah berkunjung. Ini merupakan bagian dari projek pembiasaan menulis di bulan Februari. 29 hari penuh cerita|
Hai.
Hari ini ada yang harus kulakukan yaitu followup surat permohonan bantuan piala dan kesedian sambutan kepada bapak Bupati Cianjur untuk acara Ngamumule Budaya Sunda yang diajukan jum'at lalu (26/01/24).
Ternyata setelah dikonfirmasi lebih lanjut suratnya masih dalam tahap proses. Jadi, kemungkinan 1-2 hari kedepan kita ke Pemda lagi.
Sebelum berangkat atau mungkin sedari semalam aku memikirkan hal apa yang harus kulakukan setelah dari Pemda atau kemana baiknya aku pergi? Diam di pedestrian sembari menikmati roti dan lalu lalang kendaraan, jalan-jalan di sepanjang trotoar, ke pasar meski hanya sekedar lihat-lihat, menelusuri Pemda, mejeng di alun-alun atau ke Pusda? Pilihanku jatuh ke opsi terakhir yaitu, Pusda.
Aku enggak bawa Blacky (motor yang biasa kupakai), pagi tadi berangkat dianterin. Sebelum benar-benar keluar dari Pemda aku memikirkan bagaimana cara aku ke Pusda, jalan kaki saja atau meminta Paketu untuk antar sebentar (karena jarak Pemda-Pusda lumayan dekat). Akhirnya dengan memberanikan diri aku meminta tolong untuk diantar ke Pusda sebelum benar-benar berpisah untuk melanjutkan kegiatan masing-masing.
Minta tolong. Kata sederhana yang sebenarnya sangat mudah diucapkan tetapi kaitannya dengan nurani. Ada orang yang memang mudah dan ringan untuk mengatakan, ada juga yang sulit mengatakan meski hanya sesederhana kata 'tolong'.
Aku salah satu orang yang termasuk agak sulit mengatakan kata ajaib itu (baca tolong). Bahkan ketika tadi kukatakan meminta tolong untuk mengantarku ke Pusda sebentar, setelahnya aku seolah-olah dijeda waktu lima detik. Ada perasaan asing yang menghinggapi diri, mungkin perasaan takut.
Takut merepotkan,
Takut membebani,
Takut ..... lainnya.
Sebagai manusia yang enggak bisa hidup sendirian. Ada kalanya kita memang perlu meminta bantuan orang lain, jadi enggak masalah jika meminta tolong. Maka dari itu, aku memaksakan diri untuk menepis pikiran-pikiran takut untuk meminta tolong. Aku ingin membawa diri agar terbiasa dengan kata 'tolong', alih-alih memvalidasi perasaan takut itu dan enggak jadi ikut atau lebih memilih jalan kaki menuju Pusda. Akan lebih baik jika meminta tolong lalu berterima kasih kemudian.
Aku orang yang sedikit susah meminta tolong (tapi bukan berarti susah dimintai tolong hehe). Egoku terlalu besar hanya untuk mengatakan 'tolong' entah itu hal kecil maupun hal besar sekalipun. Aku berpikir bahwa aku mampu melakukannya sendirian, nyatanya ada kalanya sebenarnya aku butuh bantuan.
Hal yang terlintas ketika meminta toling adalah takut akan penolakan. Padahal hal itu normal saja mengingat nggak setiap orang bisa menerima dan selalu bersedia dimintai pertolongan ketika kita membutuhkan pertolongan.
Selain karena takut akan penolakan adalah karena merasa enggak ada orang yang tepat untuk dimintai tolong. Ada kalanya orang bersedia dimintai tolong tetapi melakukannya dengan setengah hati bahkan mengumpat dibaliknya atau karena aku merasa harus memberikan imbalan atas bantuannya, dan aku nggak selalu punya imbalan yang impas untuk diberikan. Jadi, aku menghindari hal-hal seperti itu.
Saking beratnya bibir ini mengatakan 'tolong' untuk beberapa hal aku lebih memilih sengsara sendirian. Lebih memilih jalan kaki untuk pulang dibandingkan meminta diantar atau dijemput, mengangkat galin sendirian, memilih menuntun Blcky dengan rasa takut ketika jalan licin dibandingkan meminta tolong orang diantar, memilih pergi sendirian daripada meminta ditemani dan hal lain sebagainya.
Ada suatu momen dimana aku membawa baarang berat dan merasa kesulitan ada seseorang yang menghampiri untuk membantu dan bilang, "makanya minta tolong!", "makanya ngomong, apa susahnya sih bilang tolong". Bagiku itu kayak menjadi tamparan tersendiri, aku maunya juga begitu.
Minggu lalu aku menonton drama Marry My Husband (masih on going) pada episode 7 dimana Jung Soo-min berkata pada Kang Ji-Won,
"Minta tolong saja jangan ambil jalan yang sulit"
Teman-teman, untuk seseorang yang sudah terbiasa melakukan apa-apa sendirian. Meminta bantuan kepada orang lain adalah hal yang bisa melukai egonya, jika dia meminta bantuan maka harus rela harga dirinya terluka dan menelan dirinya bulat-bulat sendirian. Meskipun pada kenyataannya meminta tolong adalah bukan hal yang bisa melukai ego seseorang, tapi ada orang yang terluka harga dirinya hanya karena meminta tolong.
Bagi dirinya tidak meminta bantuan orang lain selain akan melukai dirinya sendiri adalah karena beranggapan itu adalah kemandirian. Dia ingin menunjukkan bahwa ia pribadi yang mandiri, pribadi yang nggak menggantungkan diri pada orang lain. Padahal di mata orang lain tidak lebih adalah sebuah keegoisan, sebuah benteng diri yang menandakan enggak ingin dimasuki orang lain. Seperti seenggok batu ditengah sawah, terlihat kuat kokoh berpijak nyatanya hanya cukup digulingkan dia akan terjatuh, sendirian dan menyedihkan.
Faktanya orang yang menampilkan image 'orang mandiri' jauh dilubuk hatinya sangat mengharapkan uluran tangan untuk membantunya.
Jadi kukatakan, sangat enggak papa untuk meminta tolong. Itu penting untuk kita sekalipun kita bisa melalukannya sendirian dan akan terasa lebih baik jika melibatkan orang lain. Aku yakin ada beberapa orang yang juga merasa berat untuk meminta bantuan dengan alasan taku merepotkan. Yuk, kita belajar bersama melepaskan diri dari perasaan takut merepotkan itu. Selama hal yang kita mintai tolong adalah hal yang sewajarnya dan masih 'masuk akal' sangat enggak papa untuk meminta tolong. Asal jangan terlalu sering misalnya tiga kali dalam seminggu membisikan "Agar silaturahmi tidak terputus, maka pinjam dulu seratus" hehe.
Meminta tolong adalah bagian dari tiga kata ajaib. Saking ajaibnya hal berat yang kita lakukan setelah mengatakan kata 'tolong' akan berangsur-angsur menjadi ringang. Katakan pada orang yang tepat, yang sekiranya bisa kita percaya untuk dimintai tolong. Jangan lupa setelahnya ucapkan terima kasih.
Kalau kamu gimana? Termasuk yang sering meminta bantuan atau dimintai bantuan?
Yuk sharing๐
Comments