|Terima kasih sudah berkunjung. Ini merupakan bagian dari projek pembiasaan menulis di bulan Februari. 29 hari penuh cerita|
Hai.
Hari ini aku banyak mengumpat, rasanya ingin mencekik cacing tapi enggak bisa soalnya takut cacing:(.
Sial! Aku enggak mau kejebak lebih dalam lagi.
Ketika perasaan marah, kesal bahkan muak sekalipun aku selalu berpikir untuk menelaah lebih dalam lagi mengenai bagaimana perasaanku yang sebenarnya. Apakah tindakanku terlalu impulsif?, Apakah karena kemarahanku yang sesaat?, Apakah aku yang menangani masalah ini dengan pikiran yang nggak berterima?, Apakah aku terlalu cepat mengambil kesimpulan tanpa memberi kesempatan pada diri untuk melihat sudut pandang lain?, Apakah adil jika ujung-ujungnya aku hanya mendapat kesimpulan bahwa aku menyalahkan diriku sendiri?.
Hah, rumit banget. Bagiku yang sudah enggak bisa lagi untuk mengikuti ekspektasi orang-orang, aku merasa berhasil egois untuk diriku sendiri. Aku benar-benar mengatakan "enggak" untuk hal-hal yang memang enggak mau kulakukan (meskipun ujungnya gagal kutolak sih๐ญ). Aku hanya sedang berusaha menempatkan hal-hal yang memang seharusnya kulakukan. Aku hanya sedang berusaha fokus pada hal-hal yang memang bisa kukendalikan dan sesuai dengan jalan yang ingin kuambil.
Aku hanya tidak ingin terjabak lagi dilingkaran yang sebetulnya tidak kuinginkan. Aku hanya sedang memberi diriku sendiri kesempatan untuk melakukan hal-hal yang memang ingin kulakukan.
Untuk bisa sampai di titik ini, berhasil mengendalikan perasaan, pikiran, melawan rasa takut, cemas, siap dengan segala risiko itu enggak mudah. Aku, kita, harus mati-matian melawan rasa takut dahulu.
Aku hanya sedang belajar egois untuk hal-hal yanh memang pantas ku egoiskan, karena enghak akan ada orang yang mau menanggung ataupun mengambil tanggung jawab atas hidup kita selain diri kita sendiri.
Setelah kupikirkan sejujurnya kita lebih sering egois kepada diri sendiri bukan orang lain. Kita bukan tidak berperasaan terhadap orang lain melainkan terhadap diri sendiri sendiri, kita lebih sering marah dengan diri sendiri bukan orang lain, Kita lebih sering kecewa dengan diri kita sendiru dibandingkan orang lain.
Aku hanya menyadari bahwa sejauh ini aku terlalu sering meng-egoisi diri sendiri. Contoh kecilnya ketika aku sebenarnya nggak nyaman ikut suatu pertemuan tetapi karena menghargai yang lain aku tetap hadir, saat aku enggak bisa mengambil tanggung jawab tetapi karena enggak mau membuat kecewa orang yang sudah memberikan kepercayaannya terhadap diriku, pada akhirnya tetapku ambil meski aku harus merangkak sendirian.
Aku mengabaika perasaan diriku sendiri, lebih seringnya memaksakan diri pada hal-hal yang sebenarnya memang enggak aku suka sampai akhirnya aku terjabak sendirian dilingkaran keterpaksaan yang kuciptakan.
Comments