|Terima kasih sudah berkunjung. Ini merupakan bagian dari projek pembiasaan menulis di bulan Februari. 29 hari penuh cerita|
Aku masih bisa berpura-pura semuanya baik-baik saja. Keramahan yang kutampilkan hanya tameng untuk menutupi luka-luka. Semuanya sudah terlanjur terbuka kembali. Tentang toples kekecewaan dan rasa sakit yang kututup rapat-rapat terpaksa dibuka hingga berhamburan tak karuan.
Kupungut satu-satu butiran luka-luka itu. Ku cari sampai kesudut-sudut terpencil rumah, di sela-sela sofa, di bawah lemari, di bawah kursi, sekalipun di bawah vas bunga.
Butiran luka-luka itu tak ingin kubiarkan berhamburan begitu saja. Sedikit-sedikit akan kumasukan kembali pada toples yang sebelumnya dipaksa terbuka.
Toplesnya retak.
Ujung sudut toples itu retak. Bahkan retakan itu memanjang hingga tengah-tengah, sekali lihat saja toples itu bisa dikatakan akan hancur hanya karena senggolan ringan. Toples itu sudah tak sekuat sedia kala.
Aku tak punya toples lain selain itu yang bisa kulakukan hanya mencari cara agar toples itu tak benar-benar pecah sepenuhnya. Aku ingin mengumpulkan luka-lukaku kembali di dalam toples itu.
Aku belum siap jika toples luka itu pecah,
Aku belum menyiapkan diri untuk menerima sakitnya. Aku hanya masih ingin berlari, tak ingin di ikuti ataupun ditempeli bayang-bayang sakitnya.
Luka-luka yang berhasil ku sembunyikan dalam toples hampir pecah itu, kini harus mati-matian kukumpulkan dan kututup rapat kembali. Memejamkan mata dan merapalkan harapan, kuharap toples lukanya tak pecah, atau aku harus menyerah. Kalah.
Comments