Skip to main content

Angkot 03 - part 3 Not in love but just want to say thank you


'Terima kasih' salah satu kata ajaib setelah 'Tolong' dan 'Maaf'. Enggak ada banyak hal yang aku inginkan, hanya ingin bertemu dengannya kembali meski sebentar tapi setidaknya cukup untukku mengucapkan kata Terima Kasih.

Hari ini tanpa diduga hujan, dan sialnya payungku tertinggal di bawah meja di kelas karena ketika istirahat tadi aku mengeluarkannya dengan alasan berat. Dan sekarang lihat, rasakan sendiri hujan.

Aku berlari pelan namun pasti disepanjang jalan trotoar setelah turun dari pemberhentian pertama menuju halte terdekat. Kebetulan untuk hari ini aku pulang sendirian dikarenakan Neni ada urusan dengan eskul menjahitnya, biasalah orang sibuk enggak bisa diganggu.

Aku mengeratkan jas jurusanku, berharap bisa menyalurkan kehangatan meskipun sedikit setidaknya itu lebih baik. Air hujan dengan ganas menyerang jalanan hingga basah kuyup, air-air mengalir tanpa bisa ditahan menuju tempat yang lebih rendah. Cipratan-cipratannya mengenai sepatuku sedikit demi sedikit membuatnya basah.

Aku meneduh terlebih dahulu dibawah halte bersama orang-orang lainnya dengan tujuan yang sama. Aku duduk diantara orang-orang, merasa terjepit tapi ya sudahlah nikmati saja. Disebelah kiriku seorang ibu dengan anaknya dalam dekapannya huh so sweet, kalo gini jadi ingat Ibu di rumah.

Di sebelah kananku seorang wanita yang jika dilihat dari perawakannya hampir seumuran denganku bedanya dia terlihat lebih dewasa dan pekerja keras. Sepatu Vans warna hitam dengan tali yang dibiarkan tergerai, celana pants warna telor asin dengan sedikit robek-robek dibagian lututnya dan kaos kebesaran yang menjadi kebanggannya dan jangan lupakan rambut dengan sedikit balutan warna bulu jagung yang dibiarkannya tergerai.

Kemudian sebelah kanan kedua setelah wanita tadi, seorang anak sekolahan. Tunggu, bukankah itu dia? Tangan yang saling mengepal, bibir yang bergumam entah merapalkan apa, seragam sekolah yang sudah tidak rapih lagi hampir keluar. Biarku tebak, dia pasti berlari untuk menghindari hujan, sama sepertiku.

Untuk waktu yang cukup lama aku hanya diam termenung, asik dengan hujan yang berjatuhan dihadapanku sembari memikirkan apakah itu beneran dia?, bagaimana jika salah orang?, bagaimana jika bukan dia? Hah pilihanku terjebak antara menyapanya atau jangan.

Perlahan hujan mulai reda, sedikit-sedikit orang-orang disekitarku mulai pergi melanjutkan tujuannya masing-masing hingga tersisa aku dan dia di halte ini. Hanya berjarak satu meter, dan aku masih bimbang antara menyapanya atau jangan. Setelah dipikirkan dengan berat akhirnya aku menyapanya meskipun lidah ini berat hanya sekedar mengatakan "Hai". Sebelum aku benar-benar menyapanya aku meyakinkan diriku sendiri bahwa itu enggak papa untuk menyapa. Hanya ingin mengatakan terima kasih, mengapa harus sesulit ini?

"Hei" sapaku

"Apa kau masih ingat aku" kataku lagi. Dia sejenak menatapku bingung, terlihat dari tatapannya seolah-olah sedang mengingat-ngingat. Dan MasyaAllah senyumannya, aku hanya membalasnya ringan.

"Hmm siapa ya?" Tanyanya mungkin ingin meyakinkan lagi ingatannya.

"Aku, yang kamu.. ahk masa enggak ingat sih?"

"Teteh yang di angkot itu?" Tanyanya meyakinkan, dan hanya dijawab anggukan

"Terakhir kali aku belum sempat mengucapkan terima kasih karena telah membayarkan ongkosku-" aku menarik napasku pelan  "dan sekarang aku ingin mengucapkan terima kasih, mumpung ada kesempatan bertemu" dia tersenyum, sejenak menatap sepatunya yang basah karena cipratan air hujan.

"Ah padahal enggak perlu segitunya, santai saja hehe" tawanya renyah.

"Ya intinya aku ingin mengucapkan terima kasih. Atau sekarang gantian aku yang membayarkan ongkosmu?"

"Ehh ngapain, enggak perlu. Itu aku beneran ikhlas kok" cegahnya, karena aku berniat membayarkan ongkosnya kali ini.

"Hmm kalo gitu terima kasih ya" ucapku sekali lagi.

"Sama-sama"

Hening, sibuk dengan pikiran masing-masing. Asik dengan kegiatan masing-masing memperhatikan rintik hujan yang mulai melebur menyatu dengan udara dingin.

Angkutan kota mulai berdatangan, silih berganti menawarkan tumpangan tapi entah aku ataupun dia tampaknya masih betah berdiam diri sampai akhirnya dia memulai pembicaraan.

"Kamu pulang kemana?"

"Aku di gang mawar, 50 meter dari tempat kamu turun hehe" jawabku

"Kalo begitu berarti sekarang kita searah lagi?" tanyanya yang hanya diangguki olehku

"Kalo gitu mari pulang bareng lagi" ajaknya.
Kita menaiki angkot yang sama, angkot 03 karena searah. Dia duduk dihadapanku dekat pintu, cukup terlihat jelas wajahnya sampai aku tak berani terlalu lama menatap, takut terlalu dalam terpesona. Sebelum dia benar-benar turun ditempat tujuannya aku sempat menahannya, kali ini aku harus menanyakan namanya jangan sia-siakan kesempatan ini.
Dengan lembut dan dibarengi dengan senyuman dia menjawab.

"Panggi saja Raka" jawabnya, sebelum sosoknya hilang diantara lalu lalang kedaraan dan aku tersenyum lega karena akhirnya bisa kembali bertemu dengan dia lagi.

Comments

Mungkin kamu suka:

Kenapa Sebuah Jam tangan bisa seharga Jutaan bahkan Miliaran rupiah Rolex, Patek philippe, swiss

Kenapa hanya sebuah jam tangan bisa semahal itu? Hingga ratusan juta. Beberapa minggu lalu saya melihat salah satu vidio kumpulan vidio tiktok yang lagi rame di facebook. Salah satu vidio yang membuat saya tertarik adalah vidio dengan username @Indrakenz, kalian pasti tau dong dia siapa? Pastilah sudah tak asing lagi dengan nama itu. Namanya yang akhir-akhir ini sering muncul di layar beranda sosial media kalian (mungkin, karena di beranda saya dia sering muncul). Orang bilang dia sultan. Setelah saya melihat dan telusuri lebih dalam lagi ternyata emang benar dia sultan hehe.  Karena, cara dia membuat vidio atau menyampaikan ekspresinya dalam akun tik tok pribadinya tak jarang banyak netizen yang gemas dengan tingkah sosok sultan tersebut. Karena terkesan pamer dan sombong dengan kekayaan yang dia punya.Tapi akhir-akhir ini banyak juga yang bilang kalo sosok Indra ini adalah salah satu panutan untuk terus berusaha dalam menggapai kesuksesan. Dalam vidionya terkadang sering

Maaf ya saya jadi berharap banyak

Salahnya saya selalu menyandarkan harapan pada sesuatu. Lebih seringnya pada orang, bahkan ke orang yang baru saya temui pun saya sering menggantungkan harapan dipundaknya. Besar harapan bahwa mereka yang saya gantungi harapan bisa memenuhi harapan-harapan saya. Ternyata tetap saja epilognya kalau menyandarkan harapan pada seseorang itu akan sad ending atau berakhir tidak baik. Karena salah tempat menggantungkan harapan. Satu-satunya tempat yang paling tepat untuk menggantungkan harapa-harapan kita adalah hanya kepada Allah SWT. Allah tempat bergantung atas segala sesuatu. Di jamin deh enggak bakal kecewa. Saya juga sedang berharap banyak, pada seseorang yang tidak sengaja saya temui entah bagaimana memulainya kita terhubung. Saya seperti biasa tidak bisa mengontrol kadar harapan saya, saya selalu membubuhi dia di balik bayangannya harapan yang tinggi. Pada akhirnya ketika hal-hal yang saya harapkan tidak sesuai, saya berakhir kecewa. Sebelum melanjutkan harapan-harapan saya, saya berp

Minta Tolong

|Terima kasih sudah berkunjung. Ini merupakan bagian dari projek pembiasaan menulis di bulan Februari. 29 hari penuh cerita| Hai. Hari ini ada yang harus kulakukan yaitu followup surat permohonan bantuan piala dan kesedian sambutan kepada bapak Bupati Cianjur untuk acara Ngamumule Budaya Sunda yang diajukan jum'at lalu (26/01/24). Ternyata setelah dikonfirmasi lebih lanjut suratnya masih dalam tahap proses. Jadi, kemungkinan 1-2 hari kedepan kita ke Pemda  lagi. Sebelum berangkat atau mungkin sedari semalam aku memikirkan hal apa yang harus kulakukan setelah dari Pemda atau kemana baiknya aku pergi? Diam di pedestrian sembari menikmati roti dan lalu lalang kendaraan, jalan-jalan di sepanjang trotoar, ke pasar meski hanya sekedar lihat-lihat, menelusuri Pemda, mejeng di alun-alun atau ke Pusda? Pilihanku jatuh ke opsi terakhir yaitu, Pusda. Aku enggak bawa Blacky (motor yang biasa kupakai), pagi tadi berangkat dianterin. Sebelum benar-benar keluar dari Pemda aku memikirk

Cerpen horor| Misteri jendela kamar

  Misteri Jendela Kamar Oke, aku akan menceritakan kisahku. Mungkin ini cerita pertamaku tentang hal yang berbau mistis aku yang baru mengalaminya pertama kali agak sedikit merinding dan takut. Oke, aku akan mulai menceritakannya.        Ada kejadian janggal di rumahku, kejadian janggal itu sering terjadi setelah mamah aku memutuskan untuk  bekerja dan meninggalkan aku bersama adik ku. Ya aku biasa tinggal di rumah berdua bersama adiku, tapi terkadang adiku menginap bersama temannya sehingga aku sendirian. Aku bisa saja menginap di rumah nenek ku yang tak jauh dari rumah hanya terhalang tiga rumah (cukup dekat bukan?) Tapi karena aku malas untuk keluar ya sudah aku di rumah saja ditemani oleh musik yang melantun dari handhpone. Bisa di bilang aku orangnya pemberani (๐Ÿ˜๐Ÿ˜๐Ÿ˜‚sombong amat) aku nggak percaya sama yang namanya hantu, pocong atau apapun lah itu namanya, aku sama sekali gak percaya. Meskipun banyak orang yang bilang kalo malam2 itu sering ada hal ini-hal itu tapi

Cakue Special untuk Sehan

Penawaran Pertama Mau saya belikan cakue?, kebetulan saya lagi mampir jajan dulu 17.54 Tawarku melalui pesan singkat yang sengaja kirim. Entah, ketika aku mengetik penawaran itu rasanya sedikit hm.. malu? Sekaligus senang. Karena dengan sedikit keberanian yang kupunya, akhirnya aku bisa menawarinya jajanan favoritku. Status di bawah nama kontak itu berubah menjadi mengetik, menandakan dia sedang mengetik untuk membalas pesan yang kukirimkan. Aku dengan harap cemas memperhatikan status mengetik itu. Aku tidak sabar menunggu balasannya. Enggak 17.56 Singkat, jelas dan padat. Sial. Sebenanya jawaban yang dia berikan cukup membuat aku tersadar, bahwa kita sejauh itu. Aku tidak sedekat itu untuk menawari apa yang ingin aku beli. Sedikit memutar otak, kutemukan jawaban yang pas  untuk mengalihkan perasaan ngenesku karena tawaran ditolak. Kalaupun mau juga beli sendiri sih wkwk 17.56 Jawabku agar penawaran yang sebelumnya terkesan sekedar basa-basi. Dia menjawab. Tuh kan, udah ketebak bakal k

4 Alasan Saya Malas Update Blog

Hallo, ini Drie. Hari ini saya tidak sengaja melihat update-an di laman facebook Kumpulan Emak-Emak Blogger tentang blog challenge satu hari satu post, dalam rangka menyambut hari Blogger yang jatuh pada 27 Oktober nanti. Setelah saya cermati, ternyata saya tertarik untuk mengikuti challenge tersebut. Kebetulan saya memang sedang mengkomitmenkan diri untuk konsisten menulis lagi, untuk mencairkan kebekuan kata dalam otak saya, kekakuan saya dalam menulis dan keasiangan saya dengan cerita. Challenge ini akan saya jadikan sebagai pemantik untuk menulis dan aktif lagi ngeblog, agar ‘rumah’ tempat saya menumpahkan cerita kembali lagi hidup dan terisi. Blog challenge ini akan dilaksanakan mulai dari 19 Oktober s.d 25 Oktober dengan tema berbeda setiap harinya. Tentunya ini akan menjadi tantangan tersendiri buat saya, dan semoga saya bisa berkomitmen hehehe. Bisa lah ya? Cuman 7 hari aja kok . Mari kita lihat, Drie semoga kamu berhasil. Tulisan pertama ini akan membahas men

Hal-hal yang saya sadari ketika tidak menulis

|Terima kasih sudah berkunjung. Ini merupakan bagian dari project pembiasaan diri menulis, jadi selamat berkelana| Hi, Sudah lima hari saya enggak menulis untuk melaporkan kegiatan atau perasaan saya. Dan saya menyesal karena pikiran saya tidak tertuang dengan baik. Saya telah membiarkannya menumpuk dalam kepala hingga rasanya ingin pecah. Lima hari ini kepala saya penuh dengan kemarahan-kemarahan kecil yang sengaja saya sembunyikan, rasa kecewa yang entah bagaimana hinggap di kepala (lagi), rasa sedih yang kembali mengkungkungi hati dan rasa takut yang menjelma bayangan senantiasa memeluk jiwa. Saya kembali terlena oleh luka-luka dan rasa takut dari masa lalu. Saya kembali terjebak pada pikiran-pikiran keraguan hingga saya ingin berhenti dan menyerah. Melihat diri seperti itu, saya merenung dan berusaha menganalisis perasaan yang dirasakan dan tetap menjaga kesadaran agar tetap bisa mengendalikan diri. Hal-hal yang tidak saya tulis adalah hal-hal yang saya selalu lari darinya. Keti