'Terima kasih' salah satu kata ajaib setelah 'Tolong' dan 'Maaf'. Enggak ada banyak hal yang aku inginkan, hanya ingin bertemu dengannya kembali meski sebentar tapi setidaknya cukup untukku mengucapkan kata Terima Kasih.
Hari ini tanpa diduga hujan, dan sialnya payungku tertinggal di bawah meja di kelas karena ketika istirahat tadi aku mengeluarkannya dengan alasan berat. Dan sekarang lihat, rasakan sendiri hujan.
Aku berlari pelan namun pasti disepanjang jalan trotoar setelah turun dari pemberhentian pertama menuju halte terdekat. Kebetulan untuk hari ini aku pulang sendirian dikarenakan Neni ada urusan dengan eskul menjahitnya, biasalah orang sibuk enggak bisa diganggu.
Aku mengeratkan jas jurusanku, berharap bisa menyalurkan kehangatan meskipun sedikit setidaknya itu lebih baik. Air hujan dengan ganas menyerang jalanan hingga basah kuyup, air-air mengalir tanpa bisa ditahan menuju tempat yang lebih rendah. Cipratan-cipratannya mengenai sepatuku sedikit demi sedikit membuatnya basah.
Aku meneduh terlebih dahulu dibawah halte bersama orang-orang lainnya dengan tujuan yang sama. Aku duduk diantara orang-orang, merasa terjepit tapi ya sudahlah nikmati saja. Disebelah kiriku seorang ibu dengan anaknya dalam dekapannya huh so sweet, kalo gini jadi ingat Ibu di rumah.
Di sebelah kananku seorang wanita yang jika dilihat dari perawakannya hampir seumuran denganku bedanya dia terlihat lebih dewasa dan pekerja keras. Sepatu Vans warna hitam dengan tali yang dibiarkan tergerai, celana pants warna telor asin dengan sedikit robek-robek dibagian lututnya dan kaos kebesaran yang menjadi kebanggannya dan jangan lupakan rambut dengan sedikit balutan warna bulu jagung yang dibiarkannya tergerai.
Kemudian sebelah kanan kedua setelah wanita tadi, seorang anak sekolahan. Tunggu, bukankah itu dia? Tangan yang saling mengepal, bibir yang bergumam entah merapalkan apa, seragam sekolah yang sudah tidak rapih lagi hampir keluar. Biarku tebak, dia pasti berlari untuk menghindari hujan, sama sepertiku.
Untuk waktu yang cukup lama aku hanya diam termenung, asik dengan hujan yang berjatuhan dihadapanku sembari memikirkan apakah itu beneran dia?, bagaimana jika salah orang?, bagaimana jika bukan dia? Hah pilihanku terjebak antara menyapanya atau jangan.
Perlahan hujan mulai reda, sedikit-sedikit orang-orang disekitarku mulai pergi melanjutkan tujuannya masing-masing hingga tersisa aku dan dia di halte ini. Hanya berjarak satu meter, dan aku masih bimbang antara menyapanya atau jangan. Setelah dipikirkan dengan berat akhirnya aku menyapanya meskipun lidah ini berat hanya sekedar mengatakan "Hai". Sebelum aku benar-benar menyapanya aku meyakinkan diriku sendiri bahwa itu enggak papa untuk menyapa. Hanya ingin mengatakan terima kasih, mengapa harus sesulit ini?
"Hei" sapaku
"Apa kau masih ingat aku" kataku lagi. Dia sejenak menatapku bingung, terlihat dari tatapannya seolah-olah sedang mengingat-ngingat. Dan MasyaAllah senyumannya, aku hanya membalasnya ringan.
"Hmm siapa ya?" Tanyanya mungkin ingin meyakinkan lagi ingatannya.
"Aku, yang kamu.. ahk masa enggak ingat sih?"
"Teteh yang di angkot itu?" Tanyanya meyakinkan, dan hanya dijawab anggukan
"Terakhir kali aku belum sempat mengucapkan terima kasih karena telah membayarkan ongkosku-" aku menarik napasku pelan "dan sekarang aku ingin mengucapkan terima kasih, mumpung ada kesempatan bertemu" dia tersenyum, sejenak menatap sepatunya yang basah karena cipratan air hujan.
"Ah padahal enggak perlu segitunya, santai saja hehe" tawanya renyah.
"Ya intinya aku ingin mengucapkan terima kasih. Atau sekarang gantian aku yang membayarkan ongkosmu?"
"Ehh ngapain, enggak perlu. Itu aku beneran ikhlas kok" cegahnya, karena aku berniat membayarkan ongkosnya kali ini.
"Hmm kalo gitu terima kasih ya" ucapku sekali lagi.
"Sama-sama"
Hening, sibuk dengan pikiran masing-masing. Asik dengan kegiatan masing-masing memperhatikan rintik hujan yang mulai melebur menyatu dengan udara dingin.
Angkutan kota mulai berdatangan, silih berganti menawarkan tumpangan tapi entah aku ataupun dia tampaknya masih betah berdiam diri sampai akhirnya dia memulai pembicaraan.
"Kamu pulang kemana?"
"Aku di gang mawar, 50 meter dari tempat kamu turun hehe" jawabku
"Kalo begitu berarti sekarang kita searah lagi?" tanyanya yang hanya diangguki olehku
"Kalo gitu mari pulang bareng lagi" ajaknya.
Kita menaiki angkot yang sama, angkot 03 karena searah. Dia duduk dihadapanku dekat pintu, cukup terlihat jelas wajahnya sampai aku tak berani terlalu lama menatap, takut terlalu dalam terpesona. Sebelum dia benar-benar turun ditempat tujuannya aku sempat menahannya, kali ini aku harus menanyakan namanya jangan sia-siakan kesempatan ini.
Dengan lembut dan dibarengi dengan senyuman dia menjawab.
"Panggi saja Raka" jawabnya, sebelum sosoknya hilang diantara lalu lalang kedaraan dan aku tersenyum lega karena akhirnya bisa kembali bertemu dengan dia lagi.
Comments