Rasanya Caca ingin pergi jauh sekali, ketempat yang mungkin orang-orang tidak tau keberadaanya. Menghilang sejenak dari keramaian dan rumitnya kehidupan. Hah, barangkali itu salah satu jalan agar bisa membuatnya tenang, pikirnya.
Caca berjalan dipinggir jalan, menelusuri trotoar jalan dengan santai. Langkahnya pelan layaknya keong yang tengah membawa rumahnya berjalan, pikirannya kalut, air matanya tertahan menggenang dipelupuk mata. Rasanya bisa sesakit ini, menekan hingga ulu hati paling dalam.
Langit semakin pekat, kesunyian semakin mendekap erat mengalahkan riuhnya suara-suara yang ada dipikiran. Berisik. Hembusan napas lelah terdengar, Caca memilih berhenti tepat di bawah lampu jalan. Rasa-rasanya ia belum ingin pulang, ia ingin pikirannya tenang. Berharap angin malam yang menerpa wajahnya halus bisa membawa segala luka yang tengah dirasanya sekarang.
Tangisnya pecah. Menangis dalam diam menyembunyikan kepalanya diantara tangan yang memeluk lutut. Lampu jalan menjadi saksi bisu atas tanginya yang pilu. Tangisannya semakin keras, tangannya terkepal kuat menampakan kuku-kukunya yang memutih. Caca kesal, Caca kecewa, Caca putus asa, Caca marah, dan Caca ingin menyerah. Caca menjerit tanpa suara, berharap segala perasaanya yang capur aduk bisa hilang seiring dengan teriakannya.
Beberapa saat ia menangis, perlahan mulai tenang. Tangisanya mulai berhenti, ia mengusap air matanya dengan kasar. Caca menarik bibirnya untuk tersenyum, pikirnya sudah cukup ia menangis. Caca tidak ingin terlalu lama terjebak dalam luka.
Sesaat matanya terpejam, menikmati angin malam yang menyapa wajahnya. Perlahan Caca membuka matanya, pandangannya lurus keatas menatap langit yang gelap pekat. Tanpa bulan ataupun bintang sebagai penghias seolah-olah mendukung keadaannya sekarang. Gelap. Kelam.
Perlahan air matanya jatuh kembali, ia mengakat tangannya sendiri menggerakannya pelan kemudian tersenyum. Dia tak percaya, matanya berbinar menatap jari-jarinya yang bergerak. Dari sekian perasaannya yang hancur hari ini, kekecewaan, kesedihan, dan kegagalan hari ini dia masih mampu menggerakan tangannya.
Caca berjalan dipinggir jalan, menelusuri trotoar jalan dengan santai. Langkahnya pelan layaknya keong yang tengah membawa rumahnya berjalan, pikirannya kalut, air matanya tertahan menggenang dipelupuk mata. Rasanya bisa sesakit ini, menekan hingga ulu hati paling dalam.
Langit semakin pekat, kesunyian semakin mendekap erat mengalahkan riuhnya suara-suara yang ada dipikiran. Berisik. Hembusan napas lelah terdengar, Caca memilih berhenti tepat di bawah lampu jalan. Rasa-rasanya ia belum ingin pulang, ia ingin pikirannya tenang. Berharap angin malam yang menerpa wajahnya halus bisa membawa segala luka yang tengah dirasanya sekarang.
Tangisnya pecah. Menangis dalam diam menyembunyikan kepalanya diantara tangan yang memeluk lutut. Lampu jalan menjadi saksi bisu atas tanginya yang pilu. Tangisannya semakin keras, tangannya terkepal kuat menampakan kuku-kukunya yang memutih. Caca kesal, Caca kecewa, Caca putus asa, Caca marah, dan Caca ingin menyerah. Caca menjerit tanpa suara, berharap segala perasaanya yang capur aduk bisa hilang seiring dengan teriakannya.
Beberapa saat ia menangis, perlahan mulai tenang. Tangisanya mulai berhenti, ia mengusap air matanya dengan kasar. Caca menarik bibirnya untuk tersenyum, pikirnya sudah cukup ia menangis. Caca tidak ingin terlalu lama terjebak dalam luka.
Sesaat matanya terpejam, menikmati angin malam yang menyapa wajahnya. Perlahan Caca membuka matanya, pandangannya lurus keatas menatap langit yang gelap pekat. Tanpa bulan ataupun bintang sebagai penghias seolah-olah mendukung keadaannya sekarang. Gelap. Kelam.
Perlahan air matanya jatuh kembali, ia mengakat tangannya sendiri menggerakannya pelan kemudian tersenyum. Dia tak percaya, matanya berbinar menatap jari-jarinya yang bergerak. Dari sekian perasaannya yang hancur hari ini, kekecewaan, kesedihan, dan kegagalan hari ini dia masih mampu menggerakan tangannya.
"Oke kamu kuat, kamu bisa, kamu akan menemukan hari indah besok. Bertahan ya, jangan dulu nyerah" Semangatnya pada diri sendiri. Tapi... tetap saja rasa sesak menyeruak dalam hatinya. Tak tertahankan lagi.
Comments