Namaku Ae, aku tinggal bersama ibu dan ayahku ralat bukan dia bukan ayahku. Karena Aku tak punya ayah. Meskipun lelaki tua yang ada di rumahku itu mengaku sebagai ayah. Tapi, aku tak pernah menganggapnya demikian aku terlalu membencinya. Entahlah, setiap kali melihat wajahnya hati ini merasa dengkol dan greget.
setiap tutur kata yang terucap darinya aku tak suka mendengarnya ingin rasanya aku menyumpal mulut berisik bak radio butut itu. Aku terlihat durhaka bukan??? Biarlah semua orang menganggapnya seperti itu tohh mereka tidak tau keadaanku yang sebenarnya.
Biar ku ceritakan kenapa aku membenci ayahku. Ayah ku itu Gila, dia pernah membunuh orang bahkan ibuku saja hampir mati di tangannya. kenapa?? Apa kalian juga mau mengolok-ngolokku seperti teman-temanku disekolah yang setiap pagi meneriakkan
"Dasar anak pembunuh"
"Anak orang gila ngapain sekolah, salah masuk kali"
Kata-kata itu hampir membuatku depresi padahal yang pembunuh dan gila itu ayahku bukan aku. Kenapa aku juga jadi sasaran?? Ya karena aku anaknya. Tapi kata-kata itu sebisa mungkin tak aku masukan dalam hati meskipun rasanya benar-benar sakit.
Ayahku pernah masuk penjara bahkan hampir di kenai hukum mati tapi karena keadaan jiwa ayah yang tak normal jadi hukuman itu di batalkan diganti dengan perawatan Intensif di salah satu rumah sakit jiwa.
Setelah hampir 3 tahun ayah di rawat akhirnya ia dinyatakan sembuh dan kembali pulang kerumah. Awalnya aku tak bisa menerima ia kembali karena aku sangat membencinya karena dia aku tak punya banyak teman.
Tetapi ibuku dengan lemah lembut membujukku hingga aku meng iyakannya.
"Bagaimanpun keadaanya dia tetap ayahmu kau harus hormat padanya" itu yang selalu ibu katakan padaku ketika aku mulai kesal dengan ayah.
"Dasar lelaki tua itu. Merepotkan saja"
Hari ini ibuku pergi jualan keliling dan sekarang Aku melihat dia lelaki tua dan gila itu didapur sedang mengumpulkan plastik-plastik bekas makanan yang kemudian ia bakar disembarangan tempat untung saja aku segera memergokinya kalo tidak mungkin rumahku sudah terbakar. Aku mematikan semua api yang menyala kemudian langsung menarik ayah ke rumah tapi tenaganya lebih kuat dariku hingga aku yang tersungkur dan hampir saja ayah akan melayangkan sebuah katel kewajahku tapi untung saja ibu segera datang dan mencegahnya.
Gila aku benar-benar tak tahan dengan keadaan ini. Lama-lama aku juga bisa gila seperti lelaki tua itu aku tak mau menyebutnya ayah karena dia bukan ayahku.
Teriakan ibu dari dapur cukup mengagetkanku, aku yang baru saja beranjak dari dapur segera kembali kedapur dan melihat apa yang sedang terjadi. Jlebbbbb!!!! Lelaki tua bangka itu mengarahkan pisau keperut ibuku hingga darah bercucuran dari perut ibu.
Aku yang kalangkabut sekaligus di selimuti oleh emosi yang menggebu tanpa basa-basi mengambil sebuah botol yang ada di dapur lalu tanpa pikir panjang ku arahkan kekepala lelaki tua bangka itu
"Prankkkkkkk"
Tepat mengenai kepala ayah
Seketika badanku kaku apa yang telah aku lakukan?? Apa aku membunuh ayah?? Nggak seharusnya tadi aku jangan memukulnya. Tidak aku tidak sengaja melakukannya.
Melihat lelaki tua itu tersungkur dan darah yang merembes dari kepalanya akibat pukulanku serta terlihat tak bernapas lagi. Apa lelaki tua itu MATI?.
Apa dia mati?
Apa dia mati??
Aku tersungkur hingga beberapa saat kemudia aku menolong ibu memeriksa detak jantungnya dan ternyata masih ada kemudian aku langsung membawanya keluar rumah dan meminta pertolongan.
Hingga beberapa waktu kemudian garis polisi terpasang di rumahku, ya setelah ibu dibawa kerumah sakit langsung ada polisi yang datang kerumahku entah siapa yang melaporkannya mungkin tetanggaku. Dan jasad Lelaki tua itu di bawa oleh polisi kerumah sakit untuk pemeriksaan sementara aku menjadi tersangka meskipun aku melakukannya untuk perlindungan diri.
Ya aku terima keputusan itu, setidaknya aku telah meniadakan lelaki tua itu yang kemungkinan tak akan pernah ada lagi dan menyusahkan ibuku.
Sementara ibu dia dirawat dirumah sakit dan belum sadarkan diri. Dalam lubuk hatiku berharap ibu segera sadarkan diri.
Aku digiring oleh polisi dengan tangan yang diborgol untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dan untuk terakhir kalinya aku melihat rumahku yang menjadi saksi kejadian itu..
"Setidaknya seperti ini lebih baik"
Comments