Kematian itu memanglah pasti adanya. Bukan hanya sekedar kabar ataupun kata belaka. Entah itu sekarang, besok, atau nanti kita pasti akan mati.
Kau tau, sejatinya kematian itu adalah garis finish kehidupan. Dimana itu adalah kemenangan telak untuk hasil dari kehidupan kita. Kita tidak tau kehidupan seperti apa yang akan kita hadapi setelah melewati garis finish ini.
Maut tak pernah pandang waktu, umur, jabatan, kesehatan, atau apapun itu. Yang pasti maut akan menjemput siapa saja yang hidup. Dan tentunya setiap makhluk hidup sudah mempunyai garis waktunya masing-masing.
Lantas, bagaimana dengan manusia yang belum sampai pada batas waktu yang di tentukan tapi menginginkan pulang terlebih dahulu?.
Ini kisah Alvin, sosok remaja yang hampir saja mati tenggelam di sungai karena sengaja menceburkan diri ketika air sungai tengah naik. Entah apa yang menjadi alasan atas tindakannya yang pasti ada sesuatu yang dia alami.
Terlepas dari keadaan sekolahnya yang bisa di bilang tak baik-baik saja juga ada keluarga yang hancur begitu saja. Kau harusnya sudah tau bukan jika mental seorang remaja itu sangatlah rentan. Apa lagi jika itu sesuatu yang berhubungan dengan keluarga, tempat satu-satu kita berpulang di kala kita kalah berperang dengan kehidupan.
Ibu, ayah baginya bukanlah sesuatu yang harus di prioritaskan karena mereka juga telah mencampakannya. Egois dengan diri mereka sendiri, memilih meninggalkan Alvin dengan sang nenek dan meneruskan hidup di jalan mereka masing-masing.
Teriakan, ledekan, gunjingan, bulyan sudah menjadi santapannya setiap hari.
"Dasar oon! "
" Lemah! "
Sejahat itu mulut manusia, melukai hatinya.
Dengan tarikan napas lembut sembari menikmati udara dingin yang tercampur dengan hujan di atas jembatan Alvin merentangkan tangannya kakinya memiliki pembatas jembatan. Alvin ingin berteriak melepaskan segala beban berat di pundaknya. Air sungai yang berwarna coklat mulai naik hampir mengenai jembatan, meluap-luap tinggi hingga siapa saja yang menatap nya terlalu lama akan merasa pusing.
Alvin tetap memejamkan matanya dan tangannya masih terlentang. Hujan dengan lembut mengenai wajah putih pucatnya karena dinginnya air hujan, jangan lupakan bahwa Alvin sudah hampir 2 jam berada di bawah hujan.
Alvin ingin berteriak,
"Bu"
Alvin sudah lelah,
"Yah"
Dengan satu kali tarikan Alvin menjatuhkan dirinya ke sungai yang tengah meluap-luap. Dingin, tenggelam bersamaan dengan meluapnya semua rasa lelah yang selama ini ia rasakan.
Terbawa arus sungai, terombang-ambing, menabrak batu, tenggelam, menelan air, sesak air masuk ke paru-paru. "Apakah ini akan menjadi akhir?"
Tetapi ternyata, Tuhan belum mau Alvin pulang. Sang Maha pengasih lagi Penyayang itu masih membiarkan Alvin hidup. Terdampar di pinggir sungai diantara dua batu, dengan baju sekolah yang kotor dan sobek di bagian bawah.
Alvin terbangun setelah beberapa saat ia termenung memikirkan kenapa dia tidak mati?
Dengan langkah gontai dia berjalan pulang sembari memikirkan jawaban kenapa ia belum mati memenuhi kepalanya.
Alvin menatap rumahnya yang nampak ramai, banyak orang yang berdatangan kerumahnya sembari raut sedih di wajah mereka. Tanpa ingin mau perduli dan memang biasanya Alvin tak peduli ia memasuki rumahnya.
Sekumpulan orang tengah mengerumuni sesuatu di tengah rumah, dengan suara tangisan yang meraung-raung memohon agar orang yang berbaring kaku agar sadar kembali. Alvin semakin mendekat ingin memastikan apa yang alvin lihat.
"Nggak mungkin," Ucap Alvin hampir tak bersuara.
Ya, orang yang tengah terbaring kaku itu adalah tubuhnya. Dengan warna wajah pucat dan penuh goresan luka serta baju sokolah yang sobek di bagian bawah.
Alvin melihat tangan nya sendiri, masih merasa bahwa apa yang Alvin lihat hanyalah sebuah mimpi. Alvin mencoba menyentuh punggung neneknya dan, tak tersentuh. Alvin masih tak ingin mempercayai apa yang barusan terjadi dia masih berusaha menyentuh orang-orang yang ada di sekitarnya dan hasilnya sama, Alvin tak bisa menyentuh mereka.
"Alvinnnnnnnn" dari arah pintu seseorang memanggil namanya histeris tanpa mempedulikan apapun lamgsung saja ia memeluk Alvin yang telah kaku tak benyawa.
"Alvin, bangun nak, bangun hiks.. hikss... Bangunnn maafin mamah ha ha hikss.. Bangun vin"
"Vin bangun, ini mamah udah pulang. Vin bangunnnn yuk mamah janji kalo Alvin bangun mamah akan berhenti kerja dan disini sama Alvin, vinnn ini mamah"
Histeris Yuli, dia tak menyangka jika anaknya akan berakhir seperti ini. Yuli memanglah seorang yang gila kerja, demi mengalihkan pikirannya yang penuh akan segala problem dia memilih untuk pergi ke negeri orang meninggalkan anak semata wayangnya dengan ibunya. Selama 8 tahun ini dia tidak pernah pulang, dia hanya mengirimkan uang setiap bulannya untuk kebutuhan ibu dan Alvin saja.
"Jadi, aku udah mati? "
Alvin menangis, tat kala ia beruaaha menyentuh wajah ibunya yang selama ini ia rindukan. Selama 8 tahun ini ia hanya bisa menikmati wajah ibunya dari sebuah poto saja, tapi sekarang ibunya ada di hadapannya.
"Mungikin emang aku harus mati dulu, supaya bisa liat wajah mamah"
......... And.....
Comments