Tadinya aku memang menyukai hujan. Tentunya itu sebelum aku bertemu kamu, sekarang entahlah. Entah aku masih menyukai hujan atau malah membenci hujan.
Dulu aku selalu senang saat hujan datang di tengah kepenatanku menjalani hari, setiap butiran-butiran air hujan yang jatuh tepat di wajahku seolah-olah meleburkan semua rasa lelah.
Aku juga senang saat berimajinasi di tengah-tengah hujan. Aku selalu membayangkan akan ada pangeran berkuda putih yang mengulurkan tangannya untuk membangunkanku saat terjatuh, lebay memang. Tapi itu sangat menyenangkan.
Beda cerita kalo yang datang ternyata kamu dengan payung biru langitmu itu, itu adalah awal kebahagiaan sekaligus permulaan menuju luka.
Hujan, selalu berhasil membawaku pada cerita yang penuh luka tapi hujan juga berhasil memberiku bahagia. Ada banyak kisah yang tercipta di balik hujan entah itu perihal luka, kecewa, bahagia, dan segala warna-warni cerita yang tercipta.
Dan jangan lupakan, bahwa kita juga pernah mengukir cerita di bawah hujan. Tertawa bersama tanpa tau bahwa hal yang terjadi selanjutnya adalah bertemu luka.
Lagi-lagi perihal luka. Ya mungkin kamu terlalu dalam melukaiku, yang awalnya hanya masuk untuk memberi cinta malah memberikan luka.
Ya memang terlalu dalam, bahkan rasa sakit itu masih terasa jelas sampai sekarang. Ucapan mu perihal akan membuatku bahagia itu hanya janji belaka yang tak tahu kapan menjadi nyata.
Sayang, maaf bukannya aku mengungkit luka. Tapi itu memang benar sakit adanya, kamu benar-benar menorehkannya terlalu dalam hingga aku sulit memulihkannya.
Kamu, terlalu hebat bermain. Aku kalah, kalah karena tak bisa terlalu lama bertahan dengan luka yang kamu berikan. Aku menyerah, jika suatu hari lukaku mulai pulih tolong jangan pernah kembali untuk membuka luka itu lagi.
Kamu nggak tau seberapa besar usahaku untuk memulihkan luka itu, kamu tidak akan tau. Kamu juga tidak tau sudah berapa hati yang aku tolak kehadirannya karena trauma akan luka masa lalu.
Jadi, aku mohon tolong. Beri kesempatan aku untuk menyembuhkan lukanya.
Comments